Keluarga
Kecilmu
Mataku terbelalak melihat surat
keterangan dari dokter yang menyatakan bahwa di rahimku ada kista. Hatiku
merasa terguncang. Jiwaku seakan lepas dari raganya. Aku merasa telah gagal
menjadi seorang wanita. Aku tidak tahu apakah aku harus mengatakan ini semua
kepada suamiku. Aku tahu, suamiku tak akan marah padaku, tapi kesedihan dalam
hatinya tidak akan dapat di sembunyikan dari raut wajahnya itu. Tapi
bagaimanapun aku harus jujur pada suamiku.
“gimana
sih kamu itu pilih istri kok yang mandul” kata mertuaku pelan pada suamiku.
“aku
kan nggak tahu ma” jawab suamiku.
“mama
nggak mau tahu, pokoknya mama mau cepet-cepet dapat cucu dari kamu” ujar
mertuaku sambil berlalu pergi. Ku lihat suamiku duduk tertegun memikirkan
kata-kata ibunya. Aku tahu dia tidak mungkin tega menduakanku. Aku yakin suamiku masih mencintaiku. Tapi di satu
sisi, aku harus memikirkan suamiku. Tidak mungkin jika suamiku harus
menghabiskan masa hidupnya bersama wanita yang tidak bisa memberikan anak
seperti aku ini.
********************************
4 tahun berlalu, kini buah hati
suamiku dengan istri keduanya semakin tumbuh besar. Termasuk kasih sayang
suamiku juga semakin besar kepada anak dan istri keduanya itu. Di rumah ini,
mungkin aku hanya dianggap sebagai pembantu. Tapi aku telah berjanji pada
diriku sendiri, aku tidak akan meninggalkan suamiku. Aku telah gagal menjadi
istri yang bisa memberikannya anak, tapi aku tidak mau gagal lagi dalam
melayani segala urusan suamiku.
“mas,
ini tasnya” kataku pada suamiku.
“yah
sudah aku berangkat dulu” pamit suamiku lalu mencium kening istri keduanya.
Sungguh ini pemandangan yang paling kubenci. Aku ini kan masih istrinya, tapi
kenapa setiap dia berangkat kerja, tak pernah dia mencium keningku. Bahkan
menoleh padaku pun tak pernah. Memang ini semua salahku. Ini semua karena
penyakit sialanku ini. Wajar saja jika suamiku telah bosan padaku.
Tidak biasanya suamiku pulang agak
cepat. Aku pun menyambutnya dengan senyuman dan wajah yang berseri. Tapi apa
yang kudapat? Suamiku malah langsung masuk ke dalam rumah dan mengganggapku
seperti patung di depan rumah.
“mas
tumben kok pulang cepet” ujarku.
“iya
aku ingin menghabiskan waktu bersama istri dan anakku. Dimana istriku” jawabnya
sambil memanggil-manggil nama istri keduanya. Kenapa dia harus mencari yang
tidak ada sedangkan di dekatnya sudah ada aku. Aku seperti sampah di mata
suamiku. Aku tak berguna. Bahkan mungkin jika aku mati, suamiku tidak akan
merasa kehilanganku sama sekali.
********************************
“mas,
terima kasih selama ini kamu telah membahagiakanku. Aku masih sangat
mencintaimu. Tapi biarlah kau hidup bahagia bersama keluarga kecilmu itu. aku
tak akan mengganggu kalian lagi. Akan kusimpan cinta kita ini selamanya mas.
Meskipun aku tidak tahu apakah masih ada rasa cintamu untukku. Aku pergi mas.”
Kataku sambil membawa koper pemberiannya saat kami berbulan madu dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar