Dengan kasarnya Antok mengacak-acak
lemari pakaian ibunya. Dia mencari sisa uang yang ibunya punya untuk digunakan
membeli narkoba di temannya.
“Antok, istighfar nak,” rintih
ibunya.
“ah diam kau perempuan tua,” bentak Antok.
“aku ini ibumu nak, aku yang
melahirkanmu,” ujar sang ibu sambil mengusap air mata di pipinya.
“kalau kau ibuku, sekarang aku butuh
uang. Mana? Mana? Kau tidak bisa memberikanku uang kan, berarti kau bukan
ibuku,”
Sang
ibu diam mendengar perkataan anak yang sangat dia sayangi itu. Dia tidak
menyangka, anak yang selama ini ia besarkan dengan kasih sayang dan ketulusan,
menjadi seperti ini sekarang.
Sang ibu hanya bisa pasrah melihat
kelakuan Antok yang semakin hari semakin menjadi. Kini Antok sudah jarang
pulang. Antok pulang hanya sekedar untuk meminta uang. Ibunya rela banting
tulang agar bisa membeli narkoba dan minum-minuman keras untuk anaknya itu. Telinga
Antok sepertinya sudah tuli dengan nasehat-nasehat ibunya. Malah yang ada Antok
akan marah kepada ibunya dan membanting semua benda yang ada di sekitarnya.
Sekarang Antok juga menjadi rajin
bolos sekolah. Padahal sebentar lagi dia akan menghadapi UN. Antok sudah tidak
memikirkan pendidikannya lagi karena dia sudah terjerumus dalam lingkaran
setan.
“bu Aini, saya mau minta ganti rugi.
Lihat ini muka anak saya, jadi babak belur gara-gara Antok, anak ibu itu,” ujar
tetangga Antok.
“apa? Antok memukuli anak ibu?”
“iya bu Aini. Memangnya biaya
pengobatan tidak mahal apa?”
“Antok tidak mungkin seperti itu
bu,”
“ibu nggak percaya sama saya.
Silahkan tanya saja dengan tetangga-tetangga. Banyak kok yang jadi saksinya,”
“iya-iya bu saya akan menanggungnya.
Tapi tidak sekarang, karena sekarang saya benar-benar tidak ada uang,”
“terus kapan bu? Anak saya harus
diobati secepatnya donk bu,”
“iya besok bu,”
“ya sudah,” ujar tetangga Antok lalu
pergi.
Setiap malam, ibu Antok selalu
bangun untuk shalat tahajud. Di setiap doanya, sang ibu tak pernah lupa untuk
menyebut nama Antok. Sang ibu tak henti-hentinya berharap agar sang maha kuasa
mengembalikan sifat Antok seperti 1 tahun yang lalu. Dia sangat merindukan
sosok Antok yang penurut, baik, lemah lembut, bahkan dulu Antok rela tidak
keluar bermain dengan teman-temannya hanya untuk menemani ibunya pergi ke
pasar.
Waktu masih menunjukkan jam 2 pagi,
tapi Antok sudah berteriak-teriak membangunkan ibunya. Dia minta uang karena
dia kalah dari judi semalam. Sedangkan ibunya tidak mempunyai uang, bahkan
untuk membayar pengobatan anak tetangga saja ibunya tidak punya. Antok marah,
dia membanting semua benda yang ada di sekitarnya. Vas bunga yang dia lemparkan
pun hampir saja terkena ibunya. Ibunya menjerit meminta agar Antok menghentikan
semua ini. Tapi Antok sudah tak menghiraukan apa kata ibunya. Setelah rumahnya
hancur, Antok pun pergi.
“tok, ibu kamu masuk rumah sakit,”
ujar tetangga Antok.
“untuk apa wanita tua itu pergi ke
rumah sakit?”
“tok sadar, dia itu ibumu. Penyakit
asma ibumu kambuh,”
“biar saja dia mati. Percuma dia
hidup juga tidak memberikan uang padaku,”
“terserah kau lah tok, aku hanya
memberitahumu,”
Entah mengapa, Antok memikirkan
ibunya. Dilihatnya rumah masih berantakan seperti tadi pagi saat Antok
menghancurkan rumah ini. Antok sebenarnya penasaran dengan keadaan ibunya.
*********************
“Antok,
ayah ingin sekali melihat kamu mendapatkan gelar sarjana,”
Itulah
keinginan ayahnya yang selalu Antok ingat dan simpan baik-baik di memori
otaknya. Karena kata-kata itu Antok menjadi bersemangat sekolah. Tapi karena
kata-kata itu juga Antok menjadi seperti ini sekarang.
“tuhan
itu tidak adil padaku, kenapa tuhan mengambil ayahku sebelum keinginannya
terwujud, yaitu melihatku mendapatkan gelar sarjana,” ucap Antok sambil memukul
meja.
Tak
terasa air mata Antok yang jarang sekali dia keluarkan itu menetes di pipinya.
Dia ingat saat-saat keluarganya masih utuh. Ibu yang selalu memasakkan makanan
kesukaannya dan ayahnya yang selalu memberinya motivasi dan menemaninya bermain
catur. Tapi.. tuhan malah mengambil ayahnya yang sangat dia cintai itu.
“astagfirulloh ibu...” ujar Antok
teringat ibunya. Antok pun lalu segera pergi ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, di depan
kamar ibunya ada beberapa tetangga disana. Jelas terlihat dari raut muka
mereka, kalau mereka sangat kesal dan membenci Antok.
“dok, bagaimana keadaan ibu saya?”
tanya Antok.
“apa kamu anaknya?”
“iya dok saya anaknya.”
“kamu yang tabah ya nak, nyawa ibu
kamu tidak dapat di tolong,”
Antok
tidak percaya mendengar ucapan dokter, dia pun masuk dan menemui ibunya yang
sudah tak bernyawa itu. Di rangkul dan ciuminya tubuh ibunya itu, tapi tetap
saja sang ibu tidak akan memberi respon apa-apa.
“nak, sabarkan hatimu. Ibumu sangat
menyayangimu. Dia menitipkan surat ini untukmu,” kata sang dokter sambil
menyodorkan secarik kertas.
Antok
pun membaca surat itu,
Assalamualaikum wr. wb
Kepada, anakku Antok yang sangat ibu sayangi
Maafkan ibu nak, ketika kamu meminta uang, ibu malah
memberimu kasih sayang.
Maafkan ibu nak, ketika kamu sedang marah, ibu malah
berceramah.
Ibu memang bukanlah ibu yang baik untukmu.
Tapi ingatkah kau dulu nak, saat kita bertiga
menghabiskan waktu bersama.
Tapi sayang, takdir allah memisahkan kita bertiga.
Ibu sangat sedih waktu itu, tapi ibu kuat karena
masih ada kamu.
Kamulah sumber kekuatan ibu nak
Tapi mungkin ayahmu marah kepada ibu,
karena tidak
bisa menjaga amanatnya untuk menjaga kamu seperti yang beliau-
katakan sebelum ajal menjemputnya
Jangan biarkan ayahmu marah nak,
Ayo kamu pasti bisa meraih gelar sarjana itu.
Tunjukkan kalau kamu anak ayah dan ibu.
Kamu pasti bisa nak...
Antok, mungkin sebentar lagi ibu akan bertemu dengan
ayahmu
sebenarnya ibu masih ingin memelukmu, menjagamu, dan
menyiapkan masakan-
untukmu nak, tapi sepertinya kau harus belajar
mandiri sekarang.
Jangan khawatr, ibu tetap ada di sampingmu dan akan
selalu menyayangimu nak.
*********************************
4 tahun berlalu, kini usia Antok
sudah menginjak 22 tahun. Gelar sarjana dengan nilai akhir yang sangat
memuaskan pun sudah didapatkan Antok. Antok bekerja sebagai seorang psikolog
sekarang. Dia ingin bisa memberi motivasi kepada orang-orang agar mereka tidak
menjadi seperti Antok 4 tahun yang lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar