Pages

Selasa, 25 Juni 2013

Surat Dari Ibu




            Dengan kasarnya Antok mengacak-acak lemari pakaian ibunya. Dia mencari sisa uang yang ibunya punya untuk digunakan membeli narkoba di temannya.
            “Antok, istighfar nak,” rintih ibunya.
            “ah diam kau perempuan tua,” bentak Antok.
            “aku ini ibumu nak, aku yang melahirkanmu,” ujar sang ibu sambil mengusap air mata di pipinya.
            “kalau kau ibuku, sekarang aku butuh uang. Mana? Mana? Kau tidak bisa memberikanku uang kan, berarti kau bukan ibuku,”
Sang ibu diam mendengar perkataan anak yang sangat dia sayangi itu. Dia tidak menyangka, anak yang selama ini ia besarkan dengan kasih sayang dan ketulusan, menjadi seperti ini sekarang.
            Sang ibu hanya bisa pasrah melihat kelakuan Antok yang semakin hari semakin menjadi. Kini Antok sudah jarang pulang. Antok pulang hanya sekedar untuk meminta uang. Ibunya rela banting tulang agar bisa membeli narkoba dan minum-minuman keras untuk anaknya itu. Telinga Antok sepertinya sudah tuli dengan nasehat-nasehat ibunya. Malah yang ada Antok akan marah kepada ibunya dan membanting semua benda yang ada di sekitarnya.
            Sekarang Antok juga menjadi rajin bolos sekolah. Padahal sebentar lagi dia akan menghadapi UN. Antok sudah tidak memikirkan pendidikannya lagi karena dia sudah terjerumus dalam lingkaran setan.
            “bu Aini, saya mau minta ganti rugi. Lihat ini muka anak saya, jadi babak belur gara-gara Antok, anak ibu itu,” ujar tetangga Antok.
            “apa? Antok memukuli anak ibu?”
            “iya bu Aini. Memangnya biaya pengobatan tidak mahal apa?”
            “Antok tidak mungkin seperti itu bu,”
            “ibu nggak percaya sama saya. Silahkan tanya saja dengan tetangga-tetangga. Banyak kok yang jadi saksinya,”
            “iya-iya bu saya akan menanggungnya. Tapi tidak sekarang, karena sekarang saya benar-benar tidak ada uang,”
            “terus kapan bu? Anak saya harus diobati secepatnya donk bu,”
            “iya besok bu,”
            “ya sudah,” ujar tetangga Antok lalu pergi.
            Setiap malam, ibu Antok selalu bangun untuk shalat tahajud. Di setiap doanya, sang ibu tak pernah lupa untuk menyebut nama Antok. Sang ibu tak henti-hentinya berharap agar sang maha kuasa mengembalikan sifat Antok seperti 1 tahun yang lalu. Dia sangat merindukan sosok Antok yang penurut, baik, lemah lembut, bahkan dulu Antok rela tidak keluar bermain dengan teman-temannya hanya untuk menemani ibunya pergi ke pasar.
            Waktu masih menunjukkan jam 2 pagi, tapi Antok sudah berteriak-teriak membangunkan ibunya. Dia minta uang karena dia kalah dari judi semalam. Sedangkan ibunya tidak mempunyai uang, bahkan untuk membayar pengobatan anak tetangga saja ibunya tidak punya. Antok marah, dia membanting semua benda yang ada di sekitarnya. Vas bunga yang dia lemparkan pun hampir saja terkena ibunya. Ibunya menjerit meminta agar Antok menghentikan semua ini. Tapi Antok sudah tak menghiraukan apa kata ibunya. Setelah rumahnya hancur, Antok pun pergi.
            “tok, ibu kamu masuk rumah sakit,” ujar tetangga Antok.
            “untuk apa wanita tua itu pergi ke rumah sakit?”
            “tok sadar, dia itu ibumu. Penyakit asma ibumu kambuh,”
            “biar saja dia mati. Percuma dia hidup juga tidak memberikan uang padaku,”
            “terserah kau lah tok, aku hanya memberitahumu,”
            Entah mengapa, Antok memikirkan ibunya. Dilihatnya rumah masih berantakan seperti tadi pagi saat Antok menghancurkan rumah ini. Antok sebenarnya penasaran dengan keadaan ibunya.
                                    *********************
“Antok, ayah ingin sekali melihat kamu mendapatkan gelar sarjana,”
Itulah keinginan ayahnya yang selalu Antok ingat dan simpan baik-baik di memori otaknya. Karena kata-kata itu Antok menjadi bersemangat sekolah. Tapi karena kata-kata itu juga Antok menjadi seperti ini sekarang.
“tuhan itu tidak adil padaku, kenapa tuhan mengambil ayahku sebelum keinginannya terwujud, yaitu melihatku mendapatkan gelar sarjana,” ucap Antok sambil memukul meja.
Tak terasa air mata Antok yang jarang sekali dia keluarkan itu menetes di pipinya. Dia ingat saat-saat keluarganya masih utuh. Ibu yang selalu memasakkan makanan kesukaannya dan ayahnya yang selalu memberinya motivasi dan menemaninya bermain catur. Tapi.. tuhan malah mengambil ayahnya yang sangat dia cintai itu.
            “astagfirulloh ibu...” ujar Antok teringat ibunya. Antok pun lalu segera pergi ke rumah sakit.
            Sesampainya di rumah sakit, di depan kamar ibunya ada beberapa tetangga disana. Jelas terlihat dari raut muka mereka, kalau mereka sangat kesal dan membenci Antok.
            “dok, bagaimana keadaan ibu saya?” tanya Antok.
            “apa kamu anaknya?”
            “iya dok saya anaknya.”
            “kamu yang tabah ya nak, nyawa ibu kamu tidak dapat di tolong,”
Antok tidak percaya mendengar ucapan dokter, dia pun masuk dan menemui ibunya yang sudah tak bernyawa itu. Di rangkul dan ciuminya tubuh ibunya itu, tapi tetap saja sang ibu tidak akan memberi respon apa-apa.
            “nak, sabarkan hatimu. Ibumu sangat menyayangimu. Dia menitipkan surat ini untukmu,” kata sang dokter sambil menyodorkan secarik kertas.
Antok pun membaca surat itu,
Assalamualaikum wr. wb
Kepada, anakku Antok yang sangat ibu sayangi

Maafkan ibu nak, ketika kamu meminta uang, ibu malah memberimu kasih sayang.
Maafkan ibu nak, ketika kamu sedang marah, ibu malah berceramah.
Ibu memang bukanlah ibu yang baik untukmu.
Tapi ingatkah kau dulu nak, saat kita bertiga menghabiskan waktu bersama.
Tapi sayang, takdir allah memisahkan kita bertiga.
Ibu sangat sedih waktu itu, tapi ibu kuat karena masih ada kamu.
Kamulah sumber kekuatan ibu nak
Tapi mungkin ayahmu marah kepada ibu,
 karena tidak bisa menjaga amanatnya untuk menjaga kamu seperti yang beliau-
katakan sebelum ajal menjemputnya
Jangan biarkan ayahmu marah nak,
Ayo kamu pasti bisa meraih gelar sarjana itu.
Tunjukkan kalau kamu anak ayah dan ibu.
Kamu pasti bisa nak...
Antok, mungkin sebentar lagi ibu akan bertemu dengan ayahmu
sebenarnya ibu masih ingin memelukmu, menjagamu, dan menyiapkan masakan-
untukmu nak, tapi sepertinya kau harus belajar mandiri sekarang.
Jangan khawatr, ibu tetap ada di sampingmu dan akan selalu menyayangimu nak.

                                    *********************************
            4 tahun berlalu, kini usia Antok sudah menginjak 22 tahun. Gelar sarjana dengan nilai akhir yang sangat memuaskan pun sudah didapatkan Antok. Antok bekerja sebagai seorang psikolog sekarang. Dia ingin bisa memberi motivasi kepada orang-orang agar mereka tidak menjadi seperti Antok 4 tahun yang lalu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar